Jejak Penindasan di Mandela House

Winnie Mandela terbangun dari tidurnya. Bukan karena hembusan angin musim dingin yang menusuk tulang. Tapi karena perasaannya sebagai seorang wanita sangat tidak enak. Ada sesuatu yang menghantui sejak semalam, dan semakin meresahkan jelang matahari terbit. Ketika itu bulan Mei 1969. Sebentar lagi memasuki musim dingin yang menusuk.

Winnie menatap ke celah-celah dinding rumah kecilnya. Di luar masih gelap. Beberapa meter di depan rumah yang minim penerangan, di jalan tanah yang berdebu, dua baris polisi bersiap-siap. Mereka menunggu aba-aba untuk mendobrak pintu rumah. badan mereka yang besar membuat rumah kecil itu semakin mungil.

Maju! Masuk! Teriak komandan polisi.

Tendangan kaki menghantam pintu. Pintu terpental. Teriakan bersahut-sahutan. Isi rumah dalam sekejab berantakan. Dalam hitungan menit, Winnie sudah diseret ke luar rumahnya. Tangisan dan teriakan tenggelam dalam dinginnya pagi. Winnie meninggalkan rumah dan anak-anaknya yang terbangun dalam ketakutan luar biasa.

Nelson Mandela, suaminya yang aktivis dan pejuang Afrika Selatan, saat itu sudah beberapa tahun di penjara. Tapi pengaruh Mandela dan keluarganya masih kuat untuk menentang kebijakan apartheid pemerintahan kulit putih yang rasialis.

Rumah tempat kejadian itu kini menjadi museum. Namanya Mandela House Museum, lebih dikenal dengan sebutan Mandela House saja. Letaknya di Soweto, kira-kira setengah jam perjalanan dari pusat kota Johannesburg atau biasa disingkat Joburg.

Saya sempat singgah ke Mandela House beberapa tahun lalu. Suasananya tentu tidak menyeramkan lagi. Bahkan ceria. Beberapa penampil jalanan bernyanyi dan menari. Mereka murah tersenyum dan sering melambai ke pengunjung.

Rumah yang secara fisik bangunan tidak berubah itu memberi kesan kesedihan dan penderitaan yang mendalam yang dialami Winnie dan Nelson Mandela. Tapi mereka akhirnya berhasil mewujudkan perjuangan mereka. Pemerintah kulit putih yang rasis kalah.

Kini Winnie dan Nelson Mandela dalam tidur panjang. Winnie tidak perlu terbangun lagi di tengah ketakutan.

 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.