Bertamu Saat Desa Adat Limbungan Berbenah

Kami tidak puas dengan dua desa adat yang sudah dikunjungi di Lombok, NTB. Desa adat Sade dan Ende yang terletak di kawasan Lombok Tengah terlalu ramai. Kesan komersil melekat di kedua desa ini. Apakah ada desa adat lain yang kayak dikunjungi? Tidak ada yang bisa menjawab seketika. 

Di tengah percakapan saat santap siang, muncullah nama desa adat Limbungan di Lombok Timur. Lumayan jauh dari lokasi kami saat itu. Kami menghitung waktu perjalanan. Rasanya  cukup untuk singgah di desa ini sebelum terbang ke Jakarta.

Perjalanan ke ara timur cukup lancar dan menyenangkan. Jalannya bagus. Pemandangan mulai dari bukit dan gunung hijau di Pulau Sumbawa hingga hamparan laut yang memesona dari kejauhan.

Kurang dari dua jam, tujuan hampir tercapai. Tapi kami tidak bisa menemukan titik untuk keluar dari jalan raya menuju desa Limbungan. Wus, mobil pun melewati tanda untuk berbelok kiri beberapa meter. Sopir dengan gesit memutar balik. Kami kini berada di jalan menuju desa adat.

Semakin mendekat desa adat, jalan semakin tak ramah. Sesekali terlepar dari duduk. Pemandangan pun mulai terbatas. Kami sadar sudah berada di desa saat rumah-rumah beratap anyaman  semakin banyak.

Penduduk kampung sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kami tidak mau menggangu mereka. Kami menelusuri jalan-jalan yang sedang dirapikan. Kami kemudian sadar desa ini sedang berbenah. Sepertinya ingin menjadi desa adat yang memiliki infrastruktur yang memadai.

Beberapa warga sedang membangun rumah mereka. Tampak satu keluarga merapikan atap jerami. Mereka berbagi tugas, ada yang di atas dan di bawah. Lalu tak jauh dari mereka, seorang ibu setengah baya memadatkan tanah  yang dicampur kotoran sapi. Konon, selain kuat dan lengket, campuran kotoran ini bisa mengusir nyamuk di malam hari.

Sebagai tamu, tentu kamu bertemu kepada desa atau lurah. Mereka menyebutnya kepala dusun. Oya, kami bertemu dua kepala desa sekaligus, kepala dusun Limbungan Timur dan Limbungan Barat.

Kami terus melihat-lihat kondisi desa. Bersapa dan bertukar tawa dengan warga yang kebanyakan anak-anak di salah satu balai warga. Mereka tersenyum malu ketika kami mengarahkan lensa kamera menghadap mereka.

Saya dan teman-teman mengunjungi desa ini sekitar empat tahun lalu. Mungkin saat ini desa adat Limbungan Timur dan Limbungan Barat sudah siap menerima turis. Semoga desa-desa ini tak terlalu komersil.

 

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.